Assalammu 'alaikum... Selamat Datang di Blog Bunda Nidzihai... Semoga Bermanfaat...

Jumat, 03 Desember 2010

Kugapai Impianku via Internet

Internet sehat bikin hebat?
Tak diragukan lagi, betul!! Aku sudah membuktikannya! Simak kisahku menjadi seseorang yang lebih ‘berarti’ setelah aku memanfaatkan kecanggihan teknologi ini dengan cara yang tepat dan sehat!
                                    *          *          *
Tak pernah kusangka, internet – apalagi jejaring sosial – yang beberapa tahun lalu hanya kupandang sebelah mata sebagai salah satu cara termudah untuk menghamburkan waktu, kini menjadi teman setiaku. Bahkan, menjadi pembuka jalan menuju impianku selama ini: menjadi penulis.

Ya, sejak masih duduk di sekolah dasar, aku memendam keinginan untuk menjadi seorang penulis. Membaca berbagai cerpen, puisi, novel, sampai artikel, membuatku sangat iri pada para penulisnya. Namun, apa daya, karena keterbatasan pengetahuan, waktu, dan sarana, aku nyaris melupakan impian itu.

Tahun demi tahun berlalu. Justru, sekarang, saat aku sudah tak lagi muda, sudah menjadi seorang istri dan ibu dari tiga orang anak, kesempatan itu datang, lewat jalan yang tak pernah tertebak sebelumnya: internet, tepatnya jejaring pertemanan,  facebook.

Dulu, mendengar istilah facebook saja aku tak suka. Dalam benakku selalu terlintas gambaran orang-orang yang asyik masyuk berkeliaran di dunia maya, keluar dari identitas asli mereka, sampai lupa waktu. Aku pun takut untuk memulai dengan facebook.

Tapi kemudian, dengan meniatkan diri mencari pertemanan yang penuh berkah, bismillah, aku mulai meluncur di facebook. Dan doaku terkabul. Aku dipertemukan dengan teman-teman baru yang sudah senior dalam dunia kepenulisan, sosok-sosok yang sangat bersahabat dan rendah hati. Mereka berbagi ilmu dan pengalaman menulis padaku, mengobarkan semangatku untuk terus berusaha menggapai impianku. Sungguh, teman-teman maya yang sangat nyata.

Lewat situs pertemanan itu, aku mulai memposting tulisan-tulisanku, catatan-catatan ringan tentang kehidupan dan keseharianku. Sambutan teman-temanku luar biasa. Semua itu benar-benar membuatku semakin percaya diri. Aku mulai rajin mengikuti berbagai lomba menulis yang sering diadakan di internet. Alhamdulillah, beberapa tulisanku menang!

Insya Allah, selangkah demi selangkah, impianku mulai terwujud. Tak hanya lomba-lomba, bahkan kini telah terbuka jalan yang mudah bagi penulis pemula sepertiku, untuk bisa menertbitkan buku sendiri. Sebuah penerbitan terkemuka siap membantu. Ah, senangnya!

Ternyata, apapun itu, bila digunakan dengan semestinya, tak berlebihan, dan tak dipakai untuk hal-hal negatif, akan mendatangkan manfaat yang luar biasa bagi manusia. Pun internet. Aku yakin, jika setiap orang sadar untuk menggunakan internet secara sehat, maka bersiaplah ia untuk menerima indahnya warna-warni dunia dalam genggaman tangannya!

Transfer Aja, Yah!

            Kak Dzikri, anak keduaku, adalah seorang anak laki-laki yang selalu penuh kejutan.  Kak Dzikri memang anak yang unik, dengan caranya sendiri. Dia juga memiliki kecerdasan yang khas, tertarik dengan segala hal yang berbau teknik, dengan selalu ikut heboh bila ada pekerjaan tukang-menukang atau servis-menyervis.
Kecerdasan verbal atau berbahasa, Kak Dzikri berkembang cukup pesat dengan keistimewaannya sendiri. Pola pikirnya yang kadang masih sangat lugudan polos, seringkali menghasilkan pernyataan maupun pertanyaan yang ajaib!
            Dulu, waktu usianya dua tahun, kami mengajaknya mengamati langit malam yang berhias bulan yang tampak keluar masuk awan gelap. Kak Dzikri pun mengumumkan pada kami, ”Bulannya bisa jalan, kan ada rodanya!” Ha ha ha..
            Pernah juga suatu ketika, ia mengamati jenggot berambut jarang yang tumbuh di dagu omnya, lalu bercita-cita, ”Kalau sudah besar, aku juga mau minta dibeliin jenggot kayak Om Untung!”
            Dan Kak Dzikri kembali memamerkan kebolehannya mengamati lingkugan sekitar, lalu mengaitkannya dengan isi pikirannya sendiri, sepulang dari diajak ayahnya ke bank untuk mentransfer uang. Di bank, Ayah menjelaskan bahwa segepok uang yang ada di tangan Ayah ini, akan Ayah serahkan pada Tante kasir, lalu ketik-ketik, uang lenyap! Dan sebagai gantinya, ayah menerima selembar kertas tipis.
Siang itu sepulang dari bank, ia bertengkar dengan kakaknya. Biasalah, namanya juga anak-anak, selalu saja berperan bagai kucing dan anjing. Perang terus!
            Mungkin saking jengkelnya pada sang kakak, Dzikri mengadu pada ayahnya dengan sepenuh perasaan, “Ayah, Teteh nakal banget, sih! Aku sebel! Teteh ditransfer aja ke rumah Nenek, ya Yah!?”
            Tuing! Adakadabra! Mungkin dalam benaknya, Teteh akan langsung lenyap dari hadapannya, dan secara elektronik tiba-tiba pindah ke rumah neneknya nun jauh di sana! He he he .. ada-ada aja!

Asmara Segitiga

Lelah. Aku berusaha mengusir raut wajah beku itu. Wajah Rio, sahabatku, orang yang diam-diam aku cintai. Yang kata teman-teman lain, juga menaruh hati padaku. Hancur sungguh hati ini. Jenazahnya baru saja ditemukan terkapar di kamar kosnya dengan mulut berbusa. Mati diracun. Penyidik menyimpulkan, motifnya  dendam, atau cinta. Pelakunya masih berkeliaran.
            Kuseduh secangkir cokelat, tak menyadari adanya sedikit serbuk putih di bibir gelas. Aku begitu tenggelam dalam kesedihan dan pemikiran yang dalam, duduk termangu di teras rumahku. Siapa yang sekeji itu? Terlintas nama Wanda, gadis pendiam, pengagum berat Rio. Ah, tak mungkin.
            Malam semakin larut. Tiba-tiba kepalaku pening, pandanganku berputar. Aku ambruk ke lantai. Tak kulihat,  di balik pohon di seberang jalan, Wanda, menyeringai puas, tangannya menggenggam plastik kecil berisi serbuk keputihan.

Minggu, 12 September 2010

INGINKU SEPERTIMU

Buatku, Mama adalah inspirasi. Tentang menjadi seorang wanita yang utuh. Tentang menjadi seorang istri dan ibu. Ya, karena kini, aku pun telah menjadi seorang istri dan ibu, yang masih harus belajar banyak. Dan itu kudapatkan darimu, Mama.

           Saat tiga kali aku mengandung dan melahirkan buah hatiku, selalu ada rasa takut dan menderita. Selalu banyak keluh yang kuadukan padamu, Mama. Dan engkau telah menenangkan hatiku dengan kisah pengalamanmu mengandung dan melahirkan aku. Penuh perjuangan dan pengorbanan.

            Saat ketiga anakku seringkali membuat jengkel, marah, dan sedih. Saat kumerasa seakan tidak akan pernah sanggup mengasuh dan mendidik mereka dengan baik. Saat itu kuteringat bagaimana sabarnya Mama meladeni kami, anak-anakmu, yang selalu ribut dengan beragam pinta dan kenakalan. Tak berhenti, kini cucu-cucumu yang selalu ribut berebut perhatian darimu. Dan ajaib, hanya dengan tawa ceria dan Gery Chocolatos yang renyah-lezat sebagai senjata, 7 cucumu selalu merindukan Mama.

            Saat semua pekerjaan rumah tangga terbeban di pundakku yang ringkih ini, seperti tak ada jeda waktu sekedar untuk menghela napas. Dan aku teringat Mama. Betapa di antara semua tugas rumah, yang sama persis seperti yang kulakukan, Mama masih sempat membuat berbagai macam kue enak, menjahitkan baju lebaran, mengantar jemput kami ke sekolah, menemaniku menghapal perkalian, menyampuli buku sekolahku, dan menata ulang dekor rumah kita. Tanpa mengeluh sepertiku.

            Saat aku merasa jenuh dengan statusku sebagai ibu rumah tangga, saat ku merasa diri ini tiada punya arti lebih, saat jalan untuk mengekspresikan diri seakan buntu oleh rutinitasku, aku akan ingat Mama. Seorang ibu rumah tangga dengan tiga anak, yang selalu membawa buah hatinya ke manapun pergi. Arisan, pengajian, rapat yayasan, latihan senam, main tenis, lomba memasak, kursus rias dan tata rambut, sampai membuka usaha katering kecil-kecilan di rumah. Mama bisa.

            Saat bete dengan suami, saat komunikasi memburuk, saat hati rasanya ingin meledak. Ada Mama dalam ingatanku. Setia dan penuh sabar, berpuluh-puluh tahun melayani tabiat Papa yang sulit. Meski jatuh bangun dan hati tergores di sana-sini, Mama sanggup.

            Melalui berbagai aral dan rintang dalam sepanjang hidupmu, Ma, Mama kuat. Jadi aku harus bisa seperti Mama. Aku ingin bisa kuat, sabar, setia, pantang mengeluh, berdedikasi, dan ikhlas. Persis seperti Mama. Aku ingin. Dan Mama tempat aku belajar. Tempat aku berkaca. Mama adalah inspirasiku. Selamanya.


Rabu, 01 September 2010

Not Just Another Ordinary Mom-Wanna Be

Bismillaahirrahmaanirrahiim..

Ya. That's what I'm trying to be from now on. Jadi seorang ibu (rumah tangga) yang bisa lebih dari "sekedar" ataupun hanya "cuma". Ngerti maksudku, kan? Aku ingin diriku bisa lebih berdaya guna, lebih bermanfaat, dan pada akhirnya, much more precious. Paling tidak untuk aku sendiri.

So, Ramadhan tahun ini menjadi titik tolak keberangkatanku menuju ke arah itu. Atas izin Allah, ada beberapa teman yang bisa menggedor semangatku untuk menggali kembali apa yang aku cita-citakan sejak lama: menulis. Iya. Betul. MENULIS. Bukan ngantor atau berkarier ke luar rumah (karena aku nggak mau ninggalin anak-anakku), dagang, atau apalah. Cuma satu hal itu saja. Sesuatu yang terdengar gampang, tapi amat sulit kulakukan bertahun belakangan ini. Dengan berbagai alasan, yang entah boleh aku kambinghitamkan atau tidak.

Alhamdulillah, dengan mulai belajar menulis, aku bisa merasa diri ini ternyata bisa menghasilkan sesuatu yang lebih. Sesuatu selain masakan yang kadang nggak enak, misalnya hehehe.. Aku bisa mencurahkan pikiranku, rasa cintaku, semuanya, lewat tulisan. Yah, walau masih pemula... Yang penting usaha. Betul, betul, betul ??

Jadi, para ibu (rumah tangga).. ayo, bangun! Jangan stuck di tempat.. Lakukan apa yang kita inginkan... Wujudkan cita-cita kita walau sedikit demi sedikit... Dunia memanggil kita ciee..